KOLINTANG

Musik Kolintang,
Kolintang, alat musik Minahasa yang mendunia ,Doeloenya Penggunaan kolintang di
Minahasa erat hubungannya dengan budaya – kepercayaan rakyat Minahasa –
sulawesi utara, yang biasanya dipakai dalam upacara upacara pemujaan arwah
arwah para leluhur.
Alat musik kolintang termasuk
jenis instrument perkusi ,Alat musik itu disebut kolintang karena apabila di
pukul berbunyi : Tong-Ting –Tang.
Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan
berjejer diatas kedua kaki pemain yang duduk selonjor di lantai.dan dipukul pukul.
Fungsi kaki sebagai tumpuan bilah bilah kayu(wilahan/tuts) kemudian diganti dua
potong batang pisang atau dua utas tali.
Konon penggunaan peti resonator sebagai pengganti batang pisang mulai di
gunakan sesudah Pangeran Diponegoro di buang ke Menado (tahun 1830) yang
membawa serta “gambang” gamelannya.
Penggunaan kolintang erat
hubungannya dengan kepercayaan rakyat Minahasa,yang biasanya dipakai dalam
upacara upacara pemujaan arwah arwah para leluhur.
Dengan berkembangnya agama Kristen yang di bawa oleh misionaris misionaris
Belanda,eksistensi kolintang yang merupakan bagian dari kepercayaan animisme
menjadi demikian terdesak bahkan hampir punah,menghilang selama lebih dari 50
tahun.
Setelah perang Dunia II,kolintang muncul kembali dipelopori oleh Nelwan Katuuk,
seniman tuna netra asal Minahasa bagian utara yang merangkai nada kolintang
menurut skala diatonis.
Pada tahun 1952,di Minahasa
bagian selatan (Ratahan) seorang anak berusia 10 tahun , terinspirasi membuat
kolintang dengan dasar petunjuk orang orang tua yang pernah melihat kolintang
dan dari mendengar suara musik kolintang yang di populerkan lewat siaran Radio.
Sulitnya hubungan transportasi antara Minahasa bagian utara dengan Minahasa
bagian selatan pada waktu itu tidak meluruhkan semangat anak tersebut untuk
berkreasi tanpa melihat contoh, dengan bermodal potongan potongan kayu bakar
yang diletakkan di atas dua batang pisang dan di tuning (stem) nada natural
dengan rentang nada 1 oktaf.
Sebuah prestasi yang luar biasa
jika pada tahun 1954 ,yang kala itu masih terbilang bocah mampu membuat
kolintang dua setengah oktaf nada diatonis dengan peti resonator.Kemampuannya
terus terasah dan berkembang,terbukti pada tahun 1960 berhasil meningkatkan
rentang nada menjadi tiga setengah oktaf yang dimainkan oleh dua orang pada
satu alat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar